Beranda | Artikel
Hendaklah Berwudhu Diantara Dua Jima
Minggu, 10 Februari 2008

HENDAKLAH  BERWUDHU’ DIANTARA DUA JIMA’.

Oleh
Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq

Dasarnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abu Sa’id al-Khudri Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَتَى أَحَدُكُمْ أَهْلَهُ، ثَمَّ أَرَادَ أَنْ يَقُوْدَ، فَلْيَتَوَضَّأْ بَيْنَهُمَا وُضُوْءًا.

Jika salah seorang dari kalian telah bercampur dengan isterinya kemudian ingin mengulanginya, maka hendaklah dia berwudhu’ di antara keduanya.”[1]

Al-Hakim menambahkan: “Karena dengan begitu, akan lebih giat saat mengulanginya.”

Dan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak tidur kecuali jika telah berwudhu’ dari janabah.

Berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia menuturkan: “Apabila Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam hendak makan atau tidur sedangkan beliau dalam keadaan junub, maka beliau mencuci farjinya dan berwudhu’ seperti wudhu’ beliau untuk shalat”[2]

Al-Baihaqi meriwayatkan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma: “Jika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam junub lalu beliau hendak tidur, maka beliau berwudhu’ atau bertayammum.”[3]

Al-Bukhari meriwayatkan dari Ibnu ‘Umar, bahwa ‘Umar bertanya kepada Nabi : “Apakah dibenarkan jika salah seorang dari kita tidur dalam keadaan junub?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

نَعَمْ إذَا تَوَضَّأَ.

Ya boleh, apabila ia telah berwudhu’.”[4]

Abu Dawud meriwayatkan dari ‘Ammar bin Yasir Radhiyallahu anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلاَثَةٌ لاَ تَقْرَبُهُمُ الْمَلاَئِكَةُ: جِيْفَةُ الْكَـافِرِ، وَالْمُتَضَمِّخُ بِالْخَلُوْقِ، وَالْجُنُبُ إِلاَّ أَنْ يَتَوَضَّأَ.

Ada tiga golongan yang tidak didekati oleh para Malaikat: bangkai kaum kafir, orang yang berlebihan memakai parfum[5]  (parfum yang khusus untuk wanita), dan orang yang junub hingga ia berwudhu’.”[6]

(Sedangkan) mandi adalah lebih utama, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Rafi’, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam suatu hari menggilir isteri-isterinya, beliau mandi di sisi yang ini dan di sisi yang itu.” Ia mengatakan: “Kemudian aku bertanya kepada beliau: ‘Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menjadi-kannya sekali mandi?’ Beliau menjawab:

هَذَا أَزْكَى وَأَطْيَبُ وَأَطْهَرُ.

‘Ini adalah lebih suci, lebih baik, dan lebih bersih.”[7]

Adapun jika seseorang tidur sebelum mandi dan berwudhu’, maka ia boleh melakukannya; berdasarkan apa yang diriwayatkan oleh Ash-habus Sunan dari ‘Aisyah Radhiyallahu anhuma, ia mengatakan, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur dalam keadaan junub, tanpa menyentuh air sedikit pun.”[8]

Dalam riwayat lainnya darinya: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidur dalam keadaan junub, lalu Bilal datang kepada beliau untuk memberitahukan waktu shalat kepada beliau, maka beliau bangun dan mandi. Aku melihat air menetes dari kepala beliau, kemudian beliau keluar hingga aku mendengar suaranya dalam shalat Fajar. Kemudian beliau tetap ber-puasa.” Mutharrif bertanya kepada ‘Amir: “Pada bulan Ramadhan?” Ia menjawab: “Ya, baik di bulan Ramadhan maupun bulan lainnya.”[9]

[Disalin dari kitab Isyratun Nisaa Minal Alif Ilal Yaa, Penulis Abu Hafsh Usamah bin Kamal bin Abdir Razzaq. Edisi Indonesia Panduan Lengkap Nikah Dari A Sampai Z, Penerjemah Ahmad Saikhu, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir – Bogor]
_____
Footnote
[1] HR. Muslim (no. 308) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 142) kitab ath-Thahaarah, an-Nasa-i (no. 264) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 220) kitab ath-Thahaarah.
[2] HR. Al-Bukhari (no. 288) kitab al-Ghasl, Muslim (no. 305) kitab al-Haidh, an-Nasa-i (no. 255) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 584) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, Ahmad (no. 25851), ad-Darimi (no. 757) kitab ath-Thahaarah.
[3] HR. Al-Baihaqi (I/200); al-Hafizh berkata dalam al-Fat-h (1/313): “Sanadnya hasan.”
[4] HR. Al-Bukhari (no. 289) kitab al-Ghasl, Muslim (no. 306) kitab al-Haidh, at-Tirmidzi (no. 120) kitab ath-Thahaarah, an-Nasa-i (no. 259) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 221) kitab ath-Thahaarah, Ahmad (no. 231), Malik (no. 109) kitab ath-Thahaarah.
[5] Mutadhammikh adalah orang yang banyak memakai parfum (khaluq). Ibnul Atsir berkata: “Ini adalah parfum yang sudah dikenal yang diramu dari za’faran dan selainnya dari jenis-jenis parfum. Parfum ini dilarang karena termasuk parfum wanita.”
[6] Syaikh al-Albani mengatakan dalam Aadaabuz Zifaaf (hal. 115) sebagai hadits hasan.
[7] HR. Abu Dawud (no. 221) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 289) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa, dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih Abi Dawud (no. 215).
[8] HR. At-Tirmidzi (no. 118) kitab ath-Thahaarah, Abu Dawud (no. 228) kitab ath-Thahaarah, Ibnu Majah (no. 581) kitab ath-Thahaarah wa Sunanuhaa. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahiih at-Tirmidzi (no. 103), Shahiih Abi Dawud (no. 223), dan Shahiih Ibni Majah (no. 471).
[9] HR. Al-Bukhari (no. 1926) kitab ash-Shaum, Muslim (no. 1109) kitab ash-Shiyaam, at-Tirmidzi (no. 780) kitab ash-Shaum, Abu Dawud (no. 2389) kitab al-Manaasik, Ibnu Majah (no. 1703) kitab ash-Shiyaam, Ahmad (no. 2624), Malik (no. 641) kitab ash-Shiyaam, ad-Darimi (no. 1725), kitab ash-Shaum.


Artikel asli: https://almanhaj.or.id/2346-hendaklah-berwudhu-diantara-dua-jima.html